Bahas Harga Singkong, Pansus DPRD Lampung akan Bertemu Komisi IV DPR RI dan Kementerian Pertanian

Panitia Khusus (Pansus) Tataniaga DPRD Provinsi Lampung menanggapi pernyataan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang mulai menyoroti polemik penjualan singkong di Provinsi Lampung.

Ketua Pansus Mikdar Ilyas menyatakan bahwa pihaknya mendukung langkah yang akan diambil oleh Kementerian Pertanian.

“Berarti pemerintah pusat sudah mendengar dan ingin mengambil tindakan,” ujarnya, pada Selasa, 28 Januari 2025.

Mikdar berharap Kementerian Pertanian berperan dalam menata sektor pertanian singkong, dengan meningkatkan produksi dari para petani di Lampung.

Ia juga menyarankan agar singkong dapat dijadikan salah satu tanaman ketahanan pangan, yang nantinya dapat membantu menstabilkan harga.

“Agar harga bisa ditata,” tambah anggota DPRD Lampung dari Fraksi Gerindra itu.

Apabila pemerintah pusat tidak segera menangani persoalan ini, terus Mikdar, dikhawatirkan para petani singkong beralih profesi.

“Ketika ini terjadi, semua akan rugi. Petani rugi, pabrik rugi. Masyarakat yang tadinya bekerja juga hilang pekerjaannya, dan dampaknya bakal berkepanjangan,” ucapnya.

Pansus DPRD Lampung berencana untuk menyampaikan masalah ini kepada Komisi IV DPR RI dan kementerian terkait pada 3 Februari 2025.

Mikdar juga menyebutkan bahwa Pansus telah menemukan berbagai persoalan dalam pengelolaan singkong.

Mulai dari masalah impor hingga ketidakjelasan status singkong sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional.

Ia mengatakan, impor tapioka juga berperan besar terhadap rumitnya masalah ini.

“Ketika impor singkong disetop, secara otomatis harganya akan naik. Pabrik juga tidak rugi karena perputaran singkong hanya dari dalam negeri,” ucapnya.

“Kita mau ada kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan petani untuk mengatasi harga singkong dalam jangka panjang,” tuturnya.

Lebih lanjut, Mikdar mengusulkan agar kementerian terkait memberikan subsidi pupuk kepada petani singkong, menyediakan bibit unggul, dan alat pertanian yang dapat meningkatkan hasil produksi.

Namun, ia juga menegaskan bahwa masalah penurunan harga singkong harus segera ditangani oleh kementerian lain, terutama Kementerian Perdagangan, untuk mengatur kebijakan impor singkong.

“Menteri Perdagangan jangan mudah mengeluarkan izin impor. Jika impor perlu dilakukan, kami sarankan agar dilakukan oleh lembaga pemerintah seperti BUMN dan bukan perusahaan swasta, untuk menjaga kesejahteraan petani,” ujar Mikdar.

Selain itu, Mikdar juga menyarankan agar Kementerian Perindustrian turut ambil bagian dalam menyelesaikan masalah ini, dengan mendorong pengembangan produk turunan singkong selain tepung tapioka.

“Semua kementerian terkait harus terlibat, agar ada regulasi yang berpihak pada petani dan pengusaha. Kami melihat langkah yang diambil Menteri Pertanian ini sudah tepat, dan kami berharap kementerian lain ikut bergerak,” pintanya.

Kami berharap pemerintah pusat segera mengambil keputusan, karena ini masalah mendesak yang menyangkut kehidupan banyak orang,” kata Mikdar.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Lampung bersama DPRD dan para petani menyepakati harga singkong sebesar Rp 1.400 per kilogram dengan potongan tonase minimal 15 persen.

Namun, kesepakatan tersebut tidak dapat diterapkan oleh sejumlah perusahaan, yang akhirnya menutup pabrik pengolahan singkong karena tidak mampu membeli singkong dari petani dengan harga tersebut.

Mikdar menjelaskan bahwa pengusaha menutup pabrik karena kualitas singkong, terutama kadar air dan ukuran dianggap tidak sesuai dengan standar. Akibatnya, para pengusaha merasa rugi dengan harga yang telah disepakati.

 

“Pengusaha mengaku bahwa dengan kondisi singkong saat ini dan harga Rp 1.400 per kilogram, mereka mengalami kerugian. Sementara petani meminta agar pengusaha tetap menjalankan kesepakatan bersama,” ujarnya.

Menurut Mikdar, dengan kondisi seperti ini, peran pemerintah pusat sangat dibutuhkan untuk mencarikan solusi yang adil bagi kedua belah pihak.

“Jika tidak ada regulasi yang jelas, baik petani maupun pengusaha akan merugi. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus segera membuat kebijakan yang bisa mengurai permasalahan ini,” kata Mikdar.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga memberikan respons tegas terhadap persoalan petani singkong di Lampung.

Ia menyatakan bahwa kementeriannya akan mengambil tindakan terhadap importir yang lebih memilih produk singkong dari luar negeri daripada membeli hasil petani lokal.

“Kami akan mengundang industri dan petani, dan meminta kepada importir untuk tidak menzalimi petani,” ujar Amran.

Pernyataan ini muncul setelah ribuan petani di Lampung melakukan aksi protes kepada pabrik pengolahan tepung tapioka, yang diduga disebabkan oleh rendahnya harga singkong akibat adanya impor dari luar negeri.

Amran juga menegaskan bahwa industri yang lebih memilih produk luar negeri daripada produk dalam negeri dapat dipertanyakan rasa patriotismenya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Top