Menkominfo Respons Curhat Penyedia Internet Rugi Kala Corona

Menkominfo Respons Curhat Penyedia Internet Rugi Kala CoronaIlustrasi (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

WARTABARU.COM – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate meminta para penyedia internet saling bersinergi agar bisa membangun efisiensi di tengah wabah virus corona (Covid-19).

“Oleh karena itu, perlu kerja sama dalam antisipasi sharing capacitycost effectiveness, dan reposisi organisasi,” kata Johnny dalam konferensi pers bersama MarkPlus, Selasa (21/4), merespons keluhan para penyedia internet yang merugi kala wabah corona..

Johnny menjelaskan pihaknya menerima berbagai usulan untuk pengaturan agar mendukung strategi terkait sharing capacity dan cost effectiveness dengan jumlah investasi yang lebih memadai.


“Kami secara terbuka mendukung strategi ini,” kata Johnny.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengeluh wabah Covid-19 telah menurunkan pendapatan perusahaan penyedia jasa internet (internet service provider/ ISP) di Indonesia.

Banyak hotel dan kantor berhenti beroperasi dan mengalihkan aktivitas pekerjaan di rumah. Tingkat okupansi hotel pun rendah, yang ikut mempengaruhi pemasukan hotel.

Semua hal itu berpengaruh karena sebagian besar penyedia jaringan internet di Indonesia hidup dari model bisnis Business to Business (B2B) yang melayani korporasi dan hotel. 

Ia mengatakan APJII yang memiliki lebih dari 500 ISP di seluruh Indonesia, bukanlah deretan perusahaan-perusahaan besar. Mayoritas anggota APJII adalah perusahaan ISP kecil yang notabene hidup dari model bisnis Business to Business (B2B).

Lebih dari 50 persen dari anggota APJII, bisnis mereka bertumpu untuk melayani sektor bisnis lain (business to business/ B2B) seperti perkantoran dan hotel.

“Jadi, tidak ada kata industri kami ini diuntungkan dari pandemi Covid-19. Itu adalah persepsi yang salah,” ujar Jamalul.

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel)  mengatakan 85 persen dari total penyelenggara di bidang telekomunikasi mempunyai pasar di sektor perusahaan.

Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif Angga dalam suratnya kepada Menkominfo Johnny G. Plate, mengakui ada pertumbuhan signifikan dari trafik layanan dan pelanggan ritel baru. Efeknya, operator juga perlu membarui beberapa layanan dan hal itu berdampak pada biaya produksi.

“Dalam peningkatan jumlah pelanggan baru, sekilas akan terlihat market meningkat, tapi sebagai penyelenggara jaringan, sekecil apa pun kita mendapatkan pelanggan, tentu ada biaya Capex (capital expenditure/belanja modal) yang kami keluarkan, terutama investasi kabel dan perangkat aktifnya,” katanya

Di sisi lain, operator seluler yang sedianya menjadi salah satu penyedia internet yang ketiban rezeki akibat kebijakan belajar dan bekerja dari rumah, ikut mengeluh.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah peningkatan traffic belum tentu menandakan peningkatan pendapatan operator.

Sebab, pendapatan tambahan mereka menurut Ririek tergerus oleh insentif dan pengeluaran tambahan untuk memastikan kualitas jaringan. Selain itu, peningkatan pendapatan mereka sangat bergantung pada daya beli masyarakat.

“Jadi traffic naik, tapi pemasukan flat saja,” ungkap Ririek.

Peningkatan lalu lintas pengguna internet juga memaksa operator harus mengeluarkan belanja modal untuk mempertahankan kestabilan jaringan.

Ririek menyebut operator mesti mengeluarkan biaya lebih untuk memasang kabel dan perangkat aktif lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengikuti perubahan pola penggunaan internet dari area perkantoran ke area perumahan.

Ririek mengatakan selain memastikan kualitas jaringan, operator juga telah memberikan insentif kuota bonus gratis untuk akses pendidikan digital. Ia mengungkap kontribusi pemain seluler kepada masyarakat selama Covid-19 mencapai angka Rp2 triliun. (jnp/eks)