Fotografer Yan Palapa abadikan maestro seni Arini lewat “Candra Metu”

Fotografer Yan Palapa abadikan maestro seni Arini lewat Maestro seni Ni Ketut Arini didampingi fotografer Yan Palapa dan kurator serta pengisi acara malam apresiasi lainnya saat memberikan keterangan kepada awak media di Denpasar, Selasa (21/1/2020) malam. (ANTARA/Ni Luh Rhisma)

WARTABARU.COM – Fotografer Yan Palapa mengabadikan sosok maestro seni Ni Ketut Arini melalui karya seni fotografinya yang tersaji dalam buku foto berjudul "Candra Metu", sekaligus menyiapkan malam apresiasi untuk tokoh seni legendaris asal Kota Denpasar, Bali itu.

"Melalui buku ini sejatinya untuk mengingatkan kembali sosok Ibu Arini yang memang merupakan maestro seni dari Bali dan juga sudah banyak mendapatkan penghargaan. Berhubung sosok legendaris seperti beliau di Denpasar yang masih hidup dan kuat menari, jadi ini waktu yang tepat untuk mengabadikan beliau dalam bentuk buku foto," kata Yan Palapa kepada awak media di Denpasar, Selasa (21/1) malam.

Dari sudut pandang fotografer, dia mengakui hanya bisa berusaha sesuai bidangnya, yakni membuat buku foto yang di dalamnya menampilkan sekitar 50 bidikan lensa terhadap sosok Ni Ketut Arini yang membawakan tari Candra Metu. Buku itu akan dipamerkan dan dijual pada malam apresiasi pada 25 Januari 2020 di Maya Sanur Resort and Spa, Denpasar.

Hasil penjualan buku itu akan diberikan kepada Ni Ketut Arini untuk membantu pengelolaan sanggar seninya yang selama ini sudah mengajarkan tari dan gamelan kepada ribuan generasi muda Bali maupun dari mancanegara.

Buku foto yang dicetak edisi terbatas itu, dengan kurator Arif Bagus Prasetyo. Selain berisi foto-foto hasil karya Yan Palapa dengan ciri khasnya beraliran "blurism", juga terdapat interpretasi tari Candra Metu.

Menurut dia, buku foto itu dibuat terkait dengan segala sesuatunya yang memiliki akar, termasuk tarian. Harus ada sebuah bentuk, baik berupa patung, lukisan, atau apapun bentuknya untuk mendokumentasikan sejarah tradisi.

Karya fotografi Yan Palapa juga unik karena lebih memilih menangkap gerak.

"Konsep saya memang menangkap gerak. Secara filosofis, semua di dunia ini tidak ada yang tidak bergerak, batu sekali pun. Nah, yang saya tangkap dari beliau adalah spirit (energi). Lewat geraknya, bukan dari foto 'still' (diam)," ucap fotografer Lingkara Studio itu.

Fotografer yang sudah sekitar 10 tahun menekuni gaya "blurism" itu, menyadari bahwa apa yang dilakukan bukanlah langkah awal bentuk apresiasi kepada maestro seni Ni Ketut Arini, karena sejatinya banyak yang dilakukan pemerintah, swasta, hingga perorangan untuk memberikan apresiasi.

Arini mengucapkan terima kasih atas apresiasi seni yang diberikan Yan Palapa kepada dirinya, meskipun awalnya dia sempat kaget melihat hasil bidikan Yan Palapa terhadap dirinya yang terkesan tidak karuan.

"Namun setelah diceritakan karya foto itu adalah karya foto seni, dengan teknik 'ngeblur', saya merasa senang," ucapnya.

Mengenai tari Candra Metu yang ditarikan dan sekaligus menjadi judul buku foto itu, Arini menceritakan bahwa tarian itu merupakan tari yang diciptakan seniman Nyoman Kaler (alm) sekitar 1935.

Tari Candra Metu diciptakan Nyoman Kaler yang notabene guru Arini. Awalnya tarian tersebut ditarikan oleh dua penari yang merupakan murid Nyoman Kaler, yakni Nyoman Sadri dan Ni Luh Cawan dari Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Kota Denpasar.

Dalam kesempatan itu, Arini, maestro seni asal Banjar Lebah, Denpasar itu, juga menitipkan pesan supaya generasi muda mau belajar tari tradisi.

"Seniman dulu itu bukan sekadar menari, tetapi memang keterampilannya berbeda, benar-benar indah dan metaksu," ucapnya.

Kurator Arif Bagus Prasetyo berpandangan karya foto Arini yang secara harfiah dijadikan objek adalah tubuh. Tetapi, sejatinya tak sekadar tubuh itu, melainkan tubuh Arini menyiratkan ada pesan khusus yaitu tubuh budaya.

"Yang menarik adalah teknik penggarapan menghasilkan foto kabur. Dengan gerak cepat, Yan Palapa mampu menangkap momen sang penari sepuh ini dan hasilnya cukup menarik," katanya.

Apalagi, terkait dengan sosok ibu Arini yang sudah sepuh, justru foto-foto itu menjadi simbol tentang ketahanan hidup budaya Bali.

"Dengan sepuhnya ibu Arini dibawakan dengan dinamis. Foto ini merupakan suatu persembahan terhadap budaya Bali," kata Arif.

Maestro seni Ni Ketut Arini menunjukkan sejumlah foto dirinya dalam buku foto "Candra Metu", Selasa (21/1/2020) malam. (ANTARA/Ni Luh Rhisma)

Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Top